Tempat Bersejarah di Indonesia - Selain kekayaan alam, apa yang bisa dibanggakan dari Indonesia? Yap Sejarahnya, Negeri ini memiliki sejarah panjang mulai dari masa kejayaan dinasti di masa lampau sampai perjuangan rakyat merebut kemerdekaan. Tak ada alasan untuk tidak mengenal negeri sendiri dari sejarahnya, salah satu cara kita mengenal sejarah indonesia adalah dengan berwisata ke tempat-tempat bersejarah tersebut.
Berwisata merupakan salah satu cara terbaik untuk Belajar Sejarah, dengan Mengunjungi Tempat Bersejarah di Indonesia sobat secara tidak langsung juga belajar mengenai sejarah indonesia karena salah satu cara mempelajari sejarah indonesia adalah dengan mempelajarinya lewat peninggalan sejarahnya yang ada di berbagai kota di Indonesia.
Berikut ini akan kami sajikan 15 tempat bersejarah di Indonesia yang Wajib Kamu Ketahui maupun kamu kunjungi untuk lebih dekat dengan indonesia, tempat-tempat ini mungkin bisa sobat jadikan pilihan tujuan wisata sobat maupun hanya untuk mengenal atau menambah pengetahuan dan wawasan sobat tentang sejarah dari tempat tersebut, berikut daftarnya :
1. Candi Borobudur (Magelang)
Borobudur merupakan sebuah candi Buddha yang terletak di Magelang, Jawa
Tengah. Lokasi candi kurang lebih 86 km di sebelah barat Surakarta, 100
km di sebelah barat daya Semarang dan 40 km di sebelah barat laut
Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama
Buddha Mahayana sekitar tahun 800an Masehi pada masa pemerintahan
wangsa Syailendra. Borobudur juga merupakan candi atau kuil Buddha serta monumen Buddha terbesar di dunia.
Dalam pembangunannya belum ditemukan bukti tertulis yang menjelaskan siapakah yang membangun Borobudur dan apa kegunaannya. Waktu pembangunannya diperkirakan berdasarkan perbandingan antara jenis aksara yang tertulis di kaki tertutup Karmawibhangga dengan jenis aksara yang lazim digunakan pada prasasti kerajaan abad ke-8 dan ke-9. maka Borobudur diperkirakan dibangun sekitar tahun 800 masehi. Kurun waktu ini sesuai dengan kurun antara 760 dan 830 M, yang merupakan masa puncak kejayaan wangsa Syailendra di Jawa Tengah, dimana masa itu dipengaruhi Kemaharajaan Sriwijaya. Pembangunan Borobudur diperkirakan menghabiskan waktu 75 samapai 100 tahun dan benar-benar dirampungkan pada masa pemerintahan raja Samaratungga pada tahun 825.
Hal yang unik dari candi borobudur adalah balok yang digunakan sebagai bahan utama konstruksi bangunan terbuat dari abu vulkanik Gunung Merapi yang dibekukan. Balok-balok ini kemudian disusun membentuk lebih dari 500 buah arca tanpa menggunakan semen sama sekali. Luar biasa bukan, Tak hanya itu, candi ini juga penuh dengan pahatan relief yang menceritakan perjalanan hidup Sang Buddha.
Candi Borobudur |
Dalam pembangunannya belum ditemukan bukti tertulis yang menjelaskan siapakah yang membangun Borobudur dan apa kegunaannya. Waktu pembangunannya diperkirakan berdasarkan perbandingan antara jenis aksara yang tertulis di kaki tertutup Karmawibhangga dengan jenis aksara yang lazim digunakan pada prasasti kerajaan abad ke-8 dan ke-9. maka Borobudur diperkirakan dibangun sekitar tahun 800 masehi. Kurun waktu ini sesuai dengan kurun antara 760 dan 830 M, yang merupakan masa puncak kejayaan wangsa Syailendra di Jawa Tengah, dimana masa itu dipengaruhi Kemaharajaan Sriwijaya. Pembangunan Borobudur diperkirakan menghabiskan waktu 75 samapai 100 tahun dan benar-benar dirampungkan pada masa pemerintahan raja Samaratungga pada tahun 825.
Hal yang unik dari candi borobudur adalah balok yang digunakan sebagai bahan utama konstruksi bangunan terbuat dari abu vulkanik Gunung Merapi yang dibekukan. Balok-balok ini kemudian disusun membentuk lebih dari 500 buah arca tanpa menggunakan semen sama sekali. Luar biasa bukan, Tak hanya itu, candi ini juga penuh dengan pahatan relief yang menceritakan perjalanan hidup Sang Buddha.
2. Candi Prambanan (Yogyakarta)
Candi Loro Jonggrang atau Candi Prambanan merupakan kompleks candi Hindu
terbesar di Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 masehi. Candi ini
dipersembahkan untuk Trimurti, tiga dewa utama Hindu yaitu Wishnu, Siwa
dan Brahma. Menurut prasasti Siwagrha nama asli kompleks candi Prambanan
adalah Siwagrha (bahasa Sanskerta yang bermakna "Rumah Siwa"), dan
memang di garbagriha (ruang utama) candi ini bersemayam arca Siwa
Mahadewa setinggi tiga meter yang menujukkan bahwa di candi ini dewa
Siwa lebih diutamakan.
Prambanan merupakan candi Hindu terbesar dan termegah yang pernah dibangun di Jawa kuno, pembangunan candi Hindu kerajaan ini diawali oleh Rakai Pikatan sebagai tandingan candi Buddha Borobudur dan juga candi Sewu yang terletak tak jauh dari Prambanan. Beberapa sejarawan lama menduga bahwa pembangunan candi agung Hindu ini untuk menandai kembali berkuasanya keluarga Sanjaya atas Jawa, hal ini terkait teori wangsa kembar berbeda keyakinan yang saling bersaing. yaitu wangsa Sailendra penganut Buddha dan wangsa Sanjaya penganut Hindu. Pastinya, dengan dibangunnya candi ini menandai bahwa Hinduisme aliran Siwa kembali mendapat dukungan keluarga kerajaan, setelah sebelumnya wangsa Sailendra cenderung lebih mendukung Buddha aliran Mahayana. Hal ini menandai bahwa kerajaan Medang beralih fokus dukungan keagamaanya, dari Buddha Mahayana ke pemujaan terhadap Siwa.
Candi Prambanan sendiri pertama kali dibangun sekitar tahun 850 Masehi oleh Rakai Pikatan dan secara berkelanjutan disempurnakan dan diperluas oleh Raja Lokapala dan raja Balitung Maha Sambu. Berdasarkan prasasti Siwagrha berangka tahun 856 M, Dalam prasasti Siwagrha tertulis bahwa saat pembangunan candi Siwagrha berlangsung, dilakukan juga pekerjaan umum perubahan tata air untuk memindahkan aliran sungai di dekat candi ini. Sungai yang dimaksud adalah sungai Opak yang mengalir dari utara ke selatan sepanjang sisi barat kompleks candi Prambanan. Sejarawan menduga bahwa aslinya aliran sungai ini berbelok melengkung ke arah timur, dan dianggap terlalu dekat dengan candi sehingga erosi sungai bisa mengancam konstruksi candi. Proyek tata air ini dilakukan dengan membuat sodetan sungai baru yang memotong lengkung sungai dengan poros utara-selatan sepanjang dinding barat di luar kompleks candi.
Candi Prambanan juga memiliki cerita rakyat yang melekat erat dengannya yaitu cerita Roro Jonggrang. Dikisahkan bahwa candi induk yang ada merupakan wujud Roro Jonggrang yang dikutuk oleh Bandung Bondowoso karena berusaha menggagalkan upaya Bondowoso membangun seribu candi untuknya.
Candi Prambanan |
Prambanan merupakan candi Hindu terbesar dan termegah yang pernah dibangun di Jawa kuno, pembangunan candi Hindu kerajaan ini diawali oleh Rakai Pikatan sebagai tandingan candi Buddha Borobudur dan juga candi Sewu yang terletak tak jauh dari Prambanan. Beberapa sejarawan lama menduga bahwa pembangunan candi agung Hindu ini untuk menandai kembali berkuasanya keluarga Sanjaya atas Jawa, hal ini terkait teori wangsa kembar berbeda keyakinan yang saling bersaing. yaitu wangsa Sailendra penganut Buddha dan wangsa Sanjaya penganut Hindu. Pastinya, dengan dibangunnya candi ini menandai bahwa Hinduisme aliran Siwa kembali mendapat dukungan keluarga kerajaan, setelah sebelumnya wangsa Sailendra cenderung lebih mendukung Buddha aliran Mahayana. Hal ini menandai bahwa kerajaan Medang beralih fokus dukungan keagamaanya, dari Buddha Mahayana ke pemujaan terhadap Siwa.
Candi Prambanan sendiri pertama kali dibangun sekitar tahun 850 Masehi oleh Rakai Pikatan dan secara berkelanjutan disempurnakan dan diperluas oleh Raja Lokapala dan raja Balitung Maha Sambu. Berdasarkan prasasti Siwagrha berangka tahun 856 M, Dalam prasasti Siwagrha tertulis bahwa saat pembangunan candi Siwagrha berlangsung, dilakukan juga pekerjaan umum perubahan tata air untuk memindahkan aliran sungai di dekat candi ini. Sungai yang dimaksud adalah sungai Opak yang mengalir dari utara ke selatan sepanjang sisi barat kompleks candi Prambanan. Sejarawan menduga bahwa aslinya aliran sungai ini berbelok melengkung ke arah timur, dan dianggap terlalu dekat dengan candi sehingga erosi sungai bisa mengancam konstruksi candi. Proyek tata air ini dilakukan dengan membuat sodetan sungai baru yang memotong lengkung sungai dengan poros utara-selatan sepanjang dinding barat di luar kompleks candi.
Candi Prambanan juga memiliki cerita rakyat yang melekat erat dengannya yaitu cerita Roro Jonggrang. Dikisahkan bahwa candi induk yang ada merupakan wujud Roro Jonggrang yang dikutuk oleh Bandung Bondowoso karena berusaha menggagalkan upaya Bondowoso membangun seribu candi untuknya.
3. Lawang Sewu (Semarang)
Lawang Sewu merupakan gedung gedung bersejarah di Indonesia yang
berlokasi di Kota Semarang, Jawa Tengah. Gedung ini, dahulu yang
merupakan kantor dari Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau
NIS. Dibangun pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907. Terletak di
bundaran Tugu Muda.
Lawang Sewu dibangun pada 27 Februari 1904 dengan nama Het hoofdkantor van de Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (yang digunakan untuk Kantor Pusat NIS). pada mulanya kegiatan administrasi perkantoran dilakukan di Stasiun Semarang Gudang (Samarang NIS), namun dengan berkembangnya jalur jaringan kereta yang begitu pesat, mengakibatkan bertambahnya kebutuhan personil teknis dan tenaga administrasi yang besar.
Pada akibatnya kantor NIS di stasiun Samarang NIS tidak lagi memadai. Berbagai solusi dilakukan NIS antara lain menyewa beberapa bangunan milik perseorangan sebagai solusi sementara. Apalagi letak stasiun Samarang NIS berada di dekat rawa sehingga urusan sanitasi dan kesehatan pun menjadi pertimbangan penting. Maka, diusulkanlah alternatif lain: yaitu membangun kantor administrasi di lokasi baru. kemudian dibangunlah Lawang Sewu di ujung Bodjongweg Semarang (sekarang Jalan Pemuda).
Lawang Sewu |
Lawang Sewu dibangun pada 27 Februari 1904 dengan nama Het hoofdkantor van de Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (yang digunakan untuk Kantor Pusat NIS). pada mulanya kegiatan administrasi perkantoran dilakukan di Stasiun Semarang Gudang (Samarang NIS), namun dengan berkembangnya jalur jaringan kereta yang begitu pesat, mengakibatkan bertambahnya kebutuhan personil teknis dan tenaga administrasi yang besar.
Pada akibatnya kantor NIS di stasiun Samarang NIS tidak lagi memadai. Berbagai solusi dilakukan NIS antara lain menyewa beberapa bangunan milik perseorangan sebagai solusi sementara. Apalagi letak stasiun Samarang NIS berada di dekat rawa sehingga urusan sanitasi dan kesehatan pun menjadi pertimbangan penting. Maka, diusulkanlah alternatif lain: yaitu membangun kantor administrasi di lokasi baru. kemudian dibangunlah Lawang Sewu di ujung Bodjongweg Semarang (sekarang Jalan Pemuda).
4. Benteng Rotterdam (Makassar)
Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang) atau Fort Rotterdam merupakan sebuah
benteng peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. Letak benteng ini berada di
pinggir pantai sebelah barat Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Benteng
ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9 yang bernama I manrigau
Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa'risi' kallonna. Pada mulanya benteng
ini berbahan dasar tanah liat, namun pada masa pemerintahan Raja Gowa
ke-14 Sultan Alauddin konstruksi benteng ini diganti menjadi batu padas
yang bersumber dari Pegunungan Karst yang ada di daerah Maros. Benteng Ujung Pandang ini berbentuk seperti seekor penyu yang hendak merangkak turun ke lautan.
Dari segi bentuknya sangat jelas filosofi Kerajaan Gowa, bahwa penyu
dapat hidup di laut maupun di darat. Begitu pun dengan Kerajaan Gowa
yang berjaya di laut dan darat.
Biasanya masyarakat Gowa-Makassar menyebut benteng ini dengan sebutan Benteng Panyyua yang merupakan markas pasukan katak Kerajaan Gowa. dalam sejarahnya Kerajaan Gowa-Tallo menandatangani perjanjian Bungayya yang salah satu pasalnya menuntut Kerajaan Gowa untuk menyerahkan benteng ini kepada Belanda. Pada saat Belanda menempati benteng ini, nama Benteng Ujung Pandang kamudian diganti menjadi Fort Rotterdam. Cornelis Speelman sengaja memilih nama Fort Rotterdam untuk mengenang daerah kelahirannya di Belanda. Benteng ini kemudian digunakan oleh Belanda sebagai pusat penampungan rempah-rempah di Indonesia bagian timur.
Saat ini, Benteng Rotterdam menjadi tempat wisata sejarah andalan kota Makassar. Di dalamnya terdapat museum La Galigo yang berisi koleksi benda-benda peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. Menariknya lagi, di sini terdapat sebuah ruangan yang dipercaya sebagai tempat pengasingan Pangeran Diponegoro di masa perjuangan dahulu.
Benteng Rotterdam |
Biasanya masyarakat Gowa-Makassar menyebut benteng ini dengan sebutan Benteng Panyyua yang merupakan markas pasukan katak Kerajaan Gowa. dalam sejarahnya Kerajaan Gowa-Tallo menandatangani perjanjian Bungayya yang salah satu pasalnya menuntut Kerajaan Gowa untuk menyerahkan benteng ini kepada Belanda. Pada saat Belanda menempati benteng ini, nama Benteng Ujung Pandang kamudian diganti menjadi Fort Rotterdam. Cornelis Speelman sengaja memilih nama Fort Rotterdam untuk mengenang daerah kelahirannya di Belanda. Benteng ini kemudian digunakan oleh Belanda sebagai pusat penampungan rempah-rempah di Indonesia bagian timur.
Saat ini, Benteng Rotterdam menjadi tempat wisata sejarah andalan kota Makassar. Di dalamnya terdapat museum La Galigo yang berisi koleksi benda-benda peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. Menariknya lagi, di sini terdapat sebuah ruangan yang dipercaya sebagai tempat pengasingan Pangeran Diponegoro di masa perjuangan dahulu.
5. Benteng Vredeburg (Yogyakarta)
Benteng Vredeburg Yogyakarta berdiri terkait erat dengan lahirnya
Kasultanan Yogyakarta. Perjanjian Giyanti 13 Februari 1755 yang
berrhasil menyelesaikan perseteruan antara Pangeran Mangkubumi (Sultan
Hamengku Buwono I kelak) dengan Susuhunan Pakubuwono III adalah
merupakan hasil politik Belanda yang selalu ingin ikut campur urusan
dalam negeri raja-raja Jawa waktu itu.
Melihat kemajuan yang sangat pesat terhadap kraton yang didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I, rasa kekhawatiran pihak Belanda mulai muncul. Pihak Belanda mengusulkan kepada sultan agar diizinkan membangun sebuah benteng di dekat kraton. Belanda dalih agar mereka dapat menjaga keamanan kraton dan sekitarnya. Akan tetapi dibalik dalih tersebut niatan Belanda yang sesungguhnya adalah untuk memudahkan dalam mengontrol segala perkembangan yang terjadi di dalam kraton. Letak benteng yang hanya satu jarak tembak meriam dari kraton dan lokasinya yang menghadap ke jalan utama menuju kraton menjadi indikasi bahwa fungsi benteng dapat dimanfaatkan sebagai benteng strategi, penyerangan, intimidasi serta blokade terhadap kraton. Dapat disimpulkan bahwa berdirinya benteng tersebut dimaksudkan untuk berjaga-jaga apabila sewaktu-waktu Sultan memiliki keinginan untuk menentang Belanda.
Baca Juga : Sejarah Pembentukan Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar Negara
Besarnya kekuatan yang tersembunyi dibalik kontrak politik yang dilahirkan dalam setiap perjanjian dengan pihak Belanda seakan-akan menjadi kekuatan yang sulit dilawan oleh setiap pemimpin pribumi pada masa kolonial Belanda. Dalam hal ini termasuk pula Sri Sultan Hamengku Buwono I. Oleh karena itu permohonan izin Belanda untuk membangun benteng dikabulkan. Sebelum dibangun benteng pada lokasinya yang sekarang (Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta), ditempat tersebut sebenarnya Sultan HB I telah membangun sebuah benteng yang sangat sederhana berbentuk bujur sangkar. Di keempat sudutnya dibuat tempat penjagaan yang disebut seleka atau bastion. Oleh sultan keempat sudut tersebut diberi nama Jayapurusa (sudut timur laut), Jayawisesa (sudut barat laut), Jayaprayitna (sudut tenggara) dan Jayaprakosaningprang (sudut barat daya).
Benteng Vredeburg |
Melihat kemajuan yang sangat pesat terhadap kraton yang didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I, rasa kekhawatiran pihak Belanda mulai muncul. Pihak Belanda mengusulkan kepada sultan agar diizinkan membangun sebuah benteng di dekat kraton. Belanda dalih agar mereka dapat menjaga keamanan kraton dan sekitarnya. Akan tetapi dibalik dalih tersebut niatan Belanda yang sesungguhnya adalah untuk memudahkan dalam mengontrol segala perkembangan yang terjadi di dalam kraton. Letak benteng yang hanya satu jarak tembak meriam dari kraton dan lokasinya yang menghadap ke jalan utama menuju kraton menjadi indikasi bahwa fungsi benteng dapat dimanfaatkan sebagai benteng strategi, penyerangan, intimidasi serta blokade terhadap kraton. Dapat disimpulkan bahwa berdirinya benteng tersebut dimaksudkan untuk berjaga-jaga apabila sewaktu-waktu Sultan memiliki keinginan untuk menentang Belanda.
Baca Juga : Sejarah Pembentukan Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar Negara
Besarnya kekuatan yang tersembunyi dibalik kontrak politik yang dilahirkan dalam setiap perjanjian dengan pihak Belanda seakan-akan menjadi kekuatan yang sulit dilawan oleh setiap pemimpin pribumi pada masa kolonial Belanda. Dalam hal ini termasuk pula Sri Sultan Hamengku Buwono I. Oleh karena itu permohonan izin Belanda untuk membangun benteng dikabulkan. Sebelum dibangun benteng pada lokasinya yang sekarang (Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta), ditempat tersebut sebenarnya Sultan HB I telah membangun sebuah benteng yang sangat sederhana berbentuk bujur sangkar. Di keempat sudutnya dibuat tempat penjagaan yang disebut seleka atau bastion. Oleh sultan keempat sudut tersebut diberi nama Jayapurusa (sudut timur laut), Jayawisesa (sudut barat laut), Jayaprayitna (sudut tenggara) dan Jayaprakosaningprang (sudut barat daya).
6. Taman Sari (Yogyakarta)
Taman Sari adalah situs bekas taman atau kebun istana Keraton
Ngayogyakarta Hadiningrat, Taman sari dibangun pada zaman Sultan
Hamengku Buwono I pada tahun 1758-1765. Awalnya, taman yang mendapat
sebutan "The Fragrant Garden" ini memiliki luas lebih dari 10 hektare
dengan sekitar 57 bangunan baik berupa kolam pemandian, gedung, jembatan
gantung, danau buatan, pulau buatan, kanal air serta lorong bawah air.
Taman Sari yang digunakan secara efektif antara 1765-1812 ini pada
mulanya membentang dari barat daya kompleks Kedhaton sampai tenggara
kompleks Magangan. Namun sekarang sisa-sisa bagian Taman Sari yang dapat dilihat hanyalah yang berada di barat daya kompleks Kedhaton saja.
Taman Sari |
Konon, Taman Sari dibangun di bekas keraton lama, Pesanggrahan Garjitawati, yang didirikan oleh Susuhunan Paku Buwono II sebagai tempat istirahat kereta kuda yang akan menuju Imogiri. Sebagai pimpinan proyek pembangunan Taman Sari dipilih Tumenggung Mangundipuro. Seluruh biaya pembangunan ditanggung oleh Tumenggung Prawirosentiko besrta seluruh rakyatnya. Di tengah pembangunan pimpinan proyek diambil alih oleh Pangeran Notokusumo, setelah Mangundipuro mengundurkan diri. Walaupun secara resmi sebagai kebun kerajaan, namun bebrapa bangunan yang ada mengindikasikan Taman Sari juga berperan sebagai benteng pertahanan terakhir jika istana diserang oleh musuh.
7. Istana Maimun (Medan)
Istana Maimun bisa disebut juga Istana Putri Hijau, merupakan istana
kebesaran Kerajaan Deli. Istana ini didominasi warna kuning yang
merupakan warna kebesaran kerajaan Melayu, istana Maimun merupakan salah
satu ikon kota Medan, Sumatera Utara. Didesain oleh arsitek Italia dan
dibangun oleh Sultan Deli, Sultan Mahmud Al Rasyid. Pembangunan istana
ini dimulai dari 26 Agustus 1888 dan selesai pada 18 Mei 1891. Istana Maimun
memiliki luas sebesar 2.772 m2 dan 30 ruangan. Istana Maimun terdiri
dari 2 lantai dan memiliki 3 bagian yaitu bangunan induk, bangunan sayap
kiri dan bangunan sayap kanan. Bangunan istana ini menghadap ke utara
dan pada sisi depan terdapat bangunan Masjid Al-Mashun atau yang lebih
dikenal dengan sebutan Masjid Raya Medan.
Di istana ini juga terdapat meriam buntung yang memiliki legenda tersendiri. Orang Medan menyebut meriam ini dengan sebutan Meriam Puntung. Kisah meriam puntung ini memiliki kaitan dengan Putri Hijau. Diceritakan, di Kerajaan Timur Raya, hiduplah seorang putri yang cantik jelita, bernama Putri Hijau. Ia disebut demikian, karena tubuhnya memancarkan warna hijau. sang putri mempunyai dua orang saudara laki-laki, yaitu Mambang Khayali dan Mambang Yasid. Suatu ketika, datanglah Raja Aceh meminang Putri Hijau, namun, pinangan ini ditolak oleh kedua saudaranya.
Raja Aceh menjadi marah, lalu menyerang Kerajaan Timur Raya. Raja Aceh berhasil mengalahkan Mambang Yasid. Saat tentara Aceh hendak masuk istana menculik Putri Hijau, mendadak terjadi keajaiban, Mambang Khayali tiba-tiba berubah menjadi meriam dan menembak membabi-buta tanpa henti. Karena terus-menerus menembakkan peluru ke arah pasukan Aceh, maka meriam ini terpecah dua. Bagian belakang terlempar ke Labuhan Deli sementara Bagian depannya ditemukan di daerah Surbakti, di dataran tinggi Karo, dekat Kabanjahe, kemudian dipindahkan ke halaman Istana Maimun.
Istana Maimun menjadi tujuan wisata bukan hanya karena usianya yang tua, namun juga desain interiornya yang unik, memadukan unsur-unsur warisan kebudayaan Melayu, dengan gaya Islam, Spanyol, India dan Italia. Namun sayang, tempat wisata ini tidak bebas dari kawasan Pedagang kaki lima.
Istana Maimun |
Di istana ini juga terdapat meriam buntung yang memiliki legenda tersendiri. Orang Medan menyebut meriam ini dengan sebutan Meriam Puntung. Kisah meriam puntung ini memiliki kaitan dengan Putri Hijau. Diceritakan, di Kerajaan Timur Raya, hiduplah seorang putri yang cantik jelita, bernama Putri Hijau. Ia disebut demikian, karena tubuhnya memancarkan warna hijau. sang putri mempunyai dua orang saudara laki-laki, yaitu Mambang Khayali dan Mambang Yasid. Suatu ketika, datanglah Raja Aceh meminang Putri Hijau, namun, pinangan ini ditolak oleh kedua saudaranya.
Raja Aceh menjadi marah, lalu menyerang Kerajaan Timur Raya. Raja Aceh berhasil mengalahkan Mambang Yasid. Saat tentara Aceh hendak masuk istana menculik Putri Hijau, mendadak terjadi keajaiban, Mambang Khayali tiba-tiba berubah menjadi meriam dan menembak membabi-buta tanpa henti. Karena terus-menerus menembakkan peluru ke arah pasukan Aceh, maka meriam ini terpecah dua. Bagian belakang terlempar ke Labuhan Deli sementara Bagian depannya ditemukan di daerah Surbakti, di dataran tinggi Karo, dekat Kabanjahe, kemudian dipindahkan ke halaman Istana Maimun.
Istana Maimun menjadi tujuan wisata bukan hanya karena usianya yang tua, namun juga desain interiornya yang unik, memadukan unsur-unsur warisan kebudayaan Melayu, dengan gaya Islam, Spanyol, India dan Italia. Namun sayang, tempat wisata ini tidak bebas dari kawasan Pedagang kaki lima.
8. Asta Tinggi Sumenep (Madura)
Asta Tinggi adalah kawasan pemakaman khusus para
Pembesar/Raja/Kerabat Raja yang teletak di kawasan dataran tinggi bukit
Kebon Agung Sumenep. Dalam Bahasa Madura, Asta Tinggi disebut juga
sebagai Asta Raja yang bermakna makam para Pangradja (pembesar kerajaan)
yang merupakan asta/makam para raja, anak keturunan beserta
kerabat-kerabatnya yang dibangun sekitar tahun 1750M. Kawasan Pemakaman
ini direncanakan awalnya oleh Panembahan Somala dan dilanjutkan
pelaksanaanya oleh Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I dan Panembahan
Natakusuma II
Asta tinggi sendiri menurut arti Etimologi adalah makam yang tinggi. Itu berdasar dari letak makam yang berada di puncak bukit dan penamaan Asta Tinggi sebenarnya hanya untuk mempermudah penyebutan saja. Di Asta Tinggi sendiri bukan hanya terdapat makam dari raja namun juga makam dari keluarga raja, sentana, dan punggawa sejak abad XVI. Dari banyak sumber sejarah mengatakan bahwa Asta Tinggi memiliki nilai kekeramatan yang tinggi. Meskipun dulu mempunyai mitos keangkeran dan daya mistis yang tinggi sekarang hal tersebut seperti sudah lenyap karena sudah banyak orang yang berziarah. Orang banyak berziarah kesini karena raja-raja sumenep juga dikenal karena kewaliannya karena perduli terhadap perkembangan Islam di daerah Sumenep dan sekitarnya.
Asta Tinggi Sumenep |
Asta tinggi sendiri menurut arti Etimologi adalah makam yang tinggi. Itu berdasar dari letak makam yang berada di puncak bukit dan penamaan Asta Tinggi sebenarnya hanya untuk mempermudah penyebutan saja. Di Asta Tinggi sendiri bukan hanya terdapat makam dari raja namun juga makam dari keluarga raja, sentana, dan punggawa sejak abad XVI. Dari banyak sumber sejarah mengatakan bahwa Asta Tinggi memiliki nilai kekeramatan yang tinggi. Meskipun dulu mempunyai mitos keangkeran dan daya mistis yang tinggi sekarang hal tersebut seperti sudah lenyap karena sudah banyak orang yang berziarah. Orang banyak berziarah kesini karena raja-raja sumenep juga dikenal karena kewaliannya karena perduli terhadap perkembangan Islam di daerah Sumenep dan sekitarnya.
9. Masjid Agung Palembang
Sejarah Masjid Agung Palembang diawalawi Saat terjadi perang
antara masyarakat Palembang dengan Belanda di tahun 1659 M, kala itu
sebuah masjid terbakar. Masjid tersebut merupakan masjid yang dibangun
oleh Sultan Palembang kala itu, Ki Gede Ing Suro, yang berlokasi di
Keraton Kuto Gawang. Beberapa tahun kemudian, tepatnya di tahun 1738 M,
Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo membangun kembali masjid tepat di
lokasi berdirinya masjid yang terbakar. Pembangunan masjid yang baru
memakan waktu cukup lama, hingga pada 26 Mei 1748 atau pada 28 Jumadil
Awal 1151 tahun hijriah, masjid tersebut baru diresmikan berdiri. Di
awal pembangunannya, Masjid Agung Palembang disebut oleh masyarakat
Palembang dengan nama Masjid Sulton. Nama tersebut merujuk pada
pembangunan masjid yang diketuai dan dikelola secara langsung oleh
Sultan Mahmud Badaruddin Jaya Wikramo.
Sekarang Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin I atau biasa disebut Masjid Agung Palembang adalah sebuah masjid paling besar di Kota Palembang, Sumatera Selatan. Masjid ini dipengaruhi oleh 3 arsitektur yakni Indonesia, China dan Eropa. Bentuk arsitektur Eropa terlihat dari pintu masuk di gedung baru masjid yang besar dan tinggi. Sedangkan arsitektur China dilihat dari masjid utama yang atapnya seperti kelenteng. Masjid ini dulunya adalah masjid terbesar di Indonesia selama beberapa tahun. Bentuk masjid yang ada sekarang adalah hasil renovasi tahun 2000 dan selesai tahun 2003. Megawati Soekarnoputri adalah orang yang meresmikan masjid raksasa Sumatera Selatan modern ini.
Masjid Agung Palembang |
Sekarang Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin I atau biasa disebut Masjid Agung Palembang adalah sebuah masjid paling besar di Kota Palembang, Sumatera Selatan. Masjid ini dipengaruhi oleh 3 arsitektur yakni Indonesia, China dan Eropa. Bentuk arsitektur Eropa terlihat dari pintu masuk di gedung baru masjid yang besar dan tinggi. Sedangkan arsitektur China dilihat dari masjid utama yang atapnya seperti kelenteng. Masjid ini dulunya adalah masjid terbesar di Indonesia selama beberapa tahun. Bentuk masjid yang ada sekarang adalah hasil renovasi tahun 2000 dan selesai tahun 2003. Megawati Soekarnoputri adalah orang yang meresmikan masjid raksasa Sumatera Selatan modern ini.
10. Masjid Agung Demak
Masjid Agung Demak merupakan salah satu mesjid tertua yang ada di
Indonesia. Masjid ini terletak di Kampung Kauman, Kabupaten Demak, Jawa
Tengah. Masjid Agung Demak dipercayai pernah menjadi tempat berkumpulnya walisongo
(para ulama yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa). Pendiri masjid
ini diperkirakan adalah Raden Patah, yaitu raja pertama dari Kesultanan
Demak sekitar abad ke-15 Masehi.
Raden Patah bersama Wali Songo mendirikan masjid yang karismatik ini dengan memberi gambar serupa bulus. Ini merupakan candra sengkala memet, dengan arti Sarira Sunyi Kiblating Gusti yang bermakna tahun 1401 Saka. Gambar bulus terdiri atas kepala yang berarti angka 1 (satu), 4 kaki berarti angka 4 (empat), badan bulus berarti angka 0 (nol), ekor bulus berarti angka 1 (satu). Dari simbol ini diperkirakan Masjid Agung Demak berdiri pada tahun 1401 Saka. Masjid ini didirikan pada tanggal 1 Shofar.
Atap Masjid Agung Demak ditahan empat tiang kayu raksasa yang khusus dibuat empat wali di antara Wali Songo. Saka sebelah tenggara adalah buatan Sunan Ampel, sebelah barat daya buatan Sunan Gunung Jati, sebelah barat laut buatan Sunan Bonang, sedang sebelah timur laut merupakan sumbangan Sunan Kalijaga.
Masjid Agung Demak |
Raden Patah bersama Wali Songo mendirikan masjid yang karismatik ini dengan memberi gambar serupa bulus. Ini merupakan candra sengkala memet, dengan arti Sarira Sunyi Kiblating Gusti yang bermakna tahun 1401 Saka. Gambar bulus terdiri atas kepala yang berarti angka 1 (satu), 4 kaki berarti angka 4 (empat), badan bulus berarti angka 0 (nol), ekor bulus berarti angka 1 (satu). Dari simbol ini diperkirakan Masjid Agung Demak berdiri pada tahun 1401 Saka. Masjid ini didirikan pada tanggal 1 Shofar.
Atap Masjid Agung Demak ditahan empat tiang kayu raksasa yang khusus dibuat empat wali di antara Wali Songo. Saka sebelah tenggara adalah buatan Sunan Ampel, sebelah barat daya buatan Sunan Gunung Jati, sebelah barat laut buatan Sunan Bonang, sedang sebelah timur laut merupakan sumbangan Sunan Kalijaga.
11. Masjid Menara Kudus
Masjid Menara Kudus disebut juga dengan Masjid Al Manar ("Mesjid
Menara") adalah masjid kuna yang dibangun oleh Sunan Kudus sejak tahun
1549 Masehi (956 Hijriah). Lokasi saat ini berada di Desa Kauman,
Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Ada keunikan dari masjid ini karena
memiliki menara yang serupa bangunan candi serta pola arsitektur yang
memadukan konsep budaya Islam dengan budaya Hindu-Buddhis sehingga
menunjukkan terjadinya proses akulturasi dalam pengislaman Jawa.
Berdirinya Masjid Menara Kudus tidak terlepas dari peran Sunan Kudus sebagai penggagas dan pendiri. Sebagaimana Walisongo yang lainnya, Sunan Kudus menggunakan pendekatan kultural (budaya) dalam berdakwah. Ia mengadaptasi dan melakukan pribumisasi ajaran Islam di tengah masyarakat yang telah memiliki budaya mapan dalam pengaruh agama Hindu dan Buddha. Akulturasi budaya Hindu dan Budha dalam dakwah Islam yang dilakukan Sunan Kudus terlihat jelas pada arsitektur dan konsep bangunan Masjid Menara Kudus.
Masjid ini mulai didirikan pada tahun 956 H atau 1549 M. Hal ini didasarkan pada inskripsi berbahasa Arab yang tertulis pada prasasti batu berukuran lebar 30 cm dan panjang 46 cm yang terletak pada mihrab masjid. Peletakan batu pertama menggunakan batu dari Baitul Maqdis di Palestina, oleh karena itu masjid ini kemudian dinamakan Masjid Al Aqsha.
Masjid Menara Kudus |
Berdirinya Masjid Menara Kudus tidak terlepas dari peran Sunan Kudus sebagai penggagas dan pendiri. Sebagaimana Walisongo yang lainnya, Sunan Kudus menggunakan pendekatan kultural (budaya) dalam berdakwah. Ia mengadaptasi dan melakukan pribumisasi ajaran Islam di tengah masyarakat yang telah memiliki budaya mapan dalam pengaruh agama Hindu dan Buddha. Akulturasi budaya Hindu dan Budha dalam dakwah Islam yang dilakukan Sunan Kudus terlihat jelas pada arsitektur dan konsep bangunan Masjid Menara Kudus.
Masjid ini mulai didirikan pada tahun 956 H atau 1549 M. Hal ini didasarkan pada inskripsi berbahasa Arab yang tertulis pada prasasti batu berukuran lebar 30 cm dan panjang 46 cm yang terletak pada mihrab masjid. Peletakan batu pertama menggunakan batu dari Baitul Maqdis di Palestina, oleh karena itu masjid ini kemudian dinamakan Masjid Al Aqsha.
12. Masjid Raya Baiturrahman (Aceh)
Masjid Raya Baiturrahman merupakan sebuah masjid Kesultanan Aceh yang
dibangun oleh Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam pada tahun 1022 H/1612
M. Pada masa Kesultanan Aceh Darussalam, Selain Masjidil Haram di kota
suci Makkah, Masjid Raya Baiturrahman ini juga menjadi salah satu pusat
pembelajaran agama Islam yang dikunjungi oleh orang-orang yang ingin
mempelajari Islam dari seluruh penjuru dunia.
Pada tanggal 26 Maret 1873 Kerajaan Belanda mendeklarasikan perang kepada Kesultanan Aceh, mereka mulai melepaskan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citadel Van Antwerpen. Pada 5 April 1873, Belanda mendarat di Pante Ceureumen di bawah pimpinan Johan Harmen Rudolf Kohler, dan langsung bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman. Kohler saat itu membawa 3.198 pasukan. Namun peperangan pertama ini dimenangkan oleh pihak Kesultanan Aceh, di mana dalam peristiwa tersebut Jenderal Johan Harmen Rudolf Kohler tewas akibat ditembak dengan menggunakan senapan oleh pasukan perang Kesultanan Aceh yang kemudian diabadikan tempat tertembaknya pada sebuah monumen kecil di bawah Pohon Kelumpang yang berada di dekat pintu masuk sebelah utara Masjid Raya Baiturrahman.
Saat Kerajaan Belanda menyerang Kesultanan Aceh pada agresi tentara Belanda kedua pada Bulan Shafar 1290 Hijriah atau 10 April 1873 Masehi, Masjid Raya Baiturrahman dibakar. Kemudian, pada tahun 1877 Belanda membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman untuk menarik perhatian serta meredam kemarahan Bangsa Aceh. Pada saat itu Kesultanan Aceh masih berada di bawah pemerintahan Sultan Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat yang merupakan Sultan Aceh yang terakhir.
Masjid Raya Baiturrahman |
Pada tanggal 26 Maret 1873 Kerajaan Belanda mendeklarasikan perang kepada Kesultanan Aceh, mereka mulai melepaskan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citadel Van Antwerpen. Pada 5 April 1873, Belanda mendarat di Pante Ceureumen di bawah pimpinan Johan Harmen Rudolf Kohler, dan langsung bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman. Kohler saat itu membawa 3.198 pasukan. Namun peperangan pertama ini dimenangkan oleh pihak Kesultanan Aceh, di mana dalam peristiwa tersebut Jenderal Johan Harmen Rudolf Kohler tewas akibat ditembak dengan menggunakan senapan oleh pasukan perang Kesultanan Aceh yang kemudian diabadikan tempat tertembaknya pada sebuah monumen kecil di bawah Pohon Kelumpang yang berada di dekat pintu masuk sebelah utara Masjid Raya Baiturrahman.
Saat Kerajaan Belanda menyerang Kesultanan Aceh pada agresi tentara Belanda kedua pada Bulan Shafar 1290 Hijriah atau 10 April 1873 Masehi, Masjid Raya Baiturrahman dibakar. Kemudian, pada tahun 1877 Belanda membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman untuk menarik perhatian serta meredam kemarahan Bangsa Aceh. Pada saat itu Kesultanan Aceh masih berada di bawah pemerintahan Sultan Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat yang merupakan Sultan Aceh yang terakhir.
13. Masjid Agung Banten
Masjid Agung Banten adalah salah satu masjid tertua di Indonesia yang
penuh dengan nilai sejarah. Setiap harinya masjid ini ramai dikunjungi
para peziarah yang datang tidak hanya dari Banten dan Jawa Barat, tapi
juga dari berbagai daerah di Pulau Jawa. Masjid ini dikenali dari bentuk
menaranya yang sangat mirip dengan bentuk sebuah bangunan mercusuar,
Masjid ini dibangun pertama kali oleh Sultan Maulana Hasanuddin
(1552-1570), sultan pertama dari Kesultanan Banten. Ia adalah putra
pertama dari Sunan Gunung Jati.
Masjid Agung Banten |
Salah satu keistimewaan Masjid Agung Banten adalah masjid ini dibangun oleh tiga orang arsitektur yang berbeda sehingga mempunyai ciri khas tiap-tiap arsitektur yang membangunnya. Yang pertama adalah Raden Sepat, arsitek Majapahit yang juga membangun beberapa masjid di nusantara. Yang kedua adalah arsitektur dari Tiongkok yang bernama Cek Ban Su yang ikut ambil bagian dan memberikan pengaruh kuat pada bentuk atap masjid yang bentuknya bersusun 5, mirip dengan pagoda Tiongkok pada umumnya.
Arsitek ketiga adalah Hendrik Lucaz Cardeel yang merupakan arsitek dari Belanda yang kabur dari Batavia. Ia ikut turut andil dalam membangun Tiyamah serta Menara Masjid di komplek Masjid Agung Banten. Tiyamah adalah bangunan bertingkat bergaya Belanda kontemporer yang pada dahulu digunakan untuk pertemuan penting, namun sekarang dialih fungsikan sebagai tempat museum benda peninggalan.
14. Gereja Blenduk (Semarang)
Gereja Blenduk adalah Gereja Kristen tertua di Jawa Tengah yang dibangun
oleh masyarakat Belanda yang tinggal di kota itu pada 1753, dengan
bentuk heksagonal (persegi delapan). Gereja Blenduk sesungguhnya bernama Gereja GPIB Immanuel,
di Jl. Letjend. Suprapto 32. Kubahnya besar, dilapisi perunggu, dan di
dalamnya terdapat sebuah orgel Barok. Arsitektur di dalamnya dibuat
berdasarkan salib Yunani. Gereja ini direnovasi pada 1894 oleh W.
Westmaas dan H.P.A. de Wilde, yang menambahkan kedua menara di depan
gedung gereja ini. Nama Blenduk adalah julukan dari masyarakat setempat
yang berarti kubah. Gereja ini hingga sekarang masih dipergunakan setiap
hari Minggu. Di sekitar gereja ini juga terdapat sejumlah bangunan lain
dari masa kolonial Belanda.
Gereja yang dibangun pada 1753 ini merupakan salah satu landmark di Kota Lama Semarang. Berbeda dari bangunan lain di Kota Lama yang pada umumnya memagari jalan dan tidak menonjolkan bentuk, gedung yang bergaya Neo-Klasik ini justru tampil kontras dan mudah dikenali.
Gereja Blenduk |
Gereja yang dibangun pada 1753 ini merupakan salah satu landmark di Kota Lama Semarang. Berbeda dari bangunan lain di Kota Lama yang pada umumnya memagari jalan dan tidak menonjolkan bentuk, gedung yang bergaya Neo-Klasik ini justru tampil kontras dan mudah dikenali.
15. Gereja Katedral (Jakarta)
Gereja Katedral merupakan salah satu bangunan cagar budaya yang ada di
Jakarta. Sebelum diresmikan sebagai bangunan cagar budaya, Gereja
Katedral mempunyai sejarah yang panjang dalam pembangunannya. Pembangunan Gereja Katedral dimulai ketika Paus Pius VII mengangkat pastor Nelissen
sebagi prefek apostik Hindia Belanda pada 1807. Saat itulah dimulai
penyebaran misi dan pembangunan gereja katolik di kawasan nusantara,
termasuk di Jakarta.
Gereja Katedral |
Gereja yang sekarang ini dirancang dan dimulai oleh Pastor Antonius Dijkmans dan peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Pro-vikaris, Carolus Wenneker. Pekerjaan ini kemudian dilanjutkan oleh Cuypers-Hulswit ketika Dijkmans tidak bisa melanjutkannya, dan kemudian diresmikan dan diberkati pada 21 April 1901 oleh Mgr. Edmundus Sybradus Luypen, S.J., Vikaris Apostolik Jakarta. Katedral yang kita kenal sekarang sesungguhnya bukanlah gedung gereja yang asli di tempat itu, karena Katedral yang asli diresmikan pada Februari 1810, namun pada 27 Juli 1826 gedung Gereja itu terbakar bersama 180 rumah penduduk di sekitarnya. Lalu pada tanggal 31 Mei 1890 dalam cuaca yang cerah, Gereja itu pun sempat roboh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar